Sabtu, 08 Agustus 2015

MUHAMMAD ADALAH NABI TERAKHIR

Dan Muhammad adalah Nabi Terakhir


Al-Qur’an yang mulia menjelaskan bahwaNabi Muhammad saw. adalah nabi terakhir.
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS 33(AL-AHZAB):40).

Dalam ayat ini, Nabi Muhammad saw. diberi gelar khatam an-nabiyyin. Khatam (tutup) dalam bahasa Arab berarti sesuatu yang mengakhiri sesuatu yang lain. Khatam dapat diartikan sebagai materai yang dengannya surat-surat diamankan, cincin stempel yang digunakan untuk menyegel surat. Khatam juga dapat diartikan diselesaikannya sesuatu.

Gelar khatam an-nabiyyin yang disebutkan dalam ayat ini berarti Nabi Muhammad adalah Nabi yang mengakhiri kenabian. Berakhirnya kenabian ini bukanlah sebuah kemunduran, tetapi merupakan tanda bahwa ajaran yang dibawa oleh para nabi sebelumnya telah sempurna dan disampaikan seluruhnya [1].
Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada Rasulullah saw. adalah sebagai peringatan bagi sekalian alam. Hal ini menunjukkan bahwa pengutusan Rasulullah saw. adalah bagi semesta.

Kesempurnaan ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw. adalah sedemikian hingga al-Qur’an disifati oleh Dia Yang Maha Mengetahui Lagi Menciptakan sebagai sesuatu yang sudah mencukupi untuk menjadi peringatan bagi seluruh semesta. Ini memperkuat argumen bahwa Rasulullah saw. adalah nabi terakhir, dari sisi bahwa ajarannya demikian sempurnanya sehingga coverage (jangkauannya) adalah seluruh semesta (al-‘alamin).

“Mahasuci Zat yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur’an) pada hambaNya sebagai peringatan bagi seluruh alam.”
(QS 25(AL-FURQAN):1)

Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa kitab yang diturunkanNya pada RasulNya Yang Mulia Muhammad saw. (yakni al-Qur’an) tidak pernah akan dimasuki kebatilan. Kebenaran al-Qur’an adalah dikaitkan langsung dengan kenyataan bahwa al-Qur’an adalah diturunkan oleh ZatNya Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.

“Orang-orang yang kafir kepada adz-dzikr [2] ketika mendatangi mereka (mereka pasti menerima balasan). Dansesungguhnya ia (al-Qur’an) adalah benar-benar kitab yang mulia yang tidak mungkin kebatilan datang padanya baik dari hadapannya maupun dari belakang. Kitab ini diturunkan dari Zat Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.”
(QS 41(FUSHSHILAT): 41-42)

AllahYang Maha Agung berfirman bahwa Ia sendiri yang akan benar-benar memelihara al-Qur’an dan menjaga al-Qur’an sehingga tetap terjaga dan suci dari semua kebatilan.

“Sesungguhnya Kami yang menurunkan adz-dzikr (al-Qur’an) dan Kamilah yang menjaganya.” (QS 15 (AL-HIJR):9)

Ini memperkuat argumen bahwa Rasulullah saw. adalah nabi terakhir, dari sisi bahwa ajarannya akan terjaga dari seluruh perubahan apapun. Salah satu fungsi diutusnya nabi baru adalah meluruskan penyimpangan ajaran dari nabi-nabi sebelumnya. Jaminan kemurnian al-Qur’an dari Zat Yang Maha Bijak Lagi Memelihara membuat fungsi ini tidak diperlukan lagi sepeninggal Rasulullah saw.

Dalil-dalil bahwa Rasulullah Muhammad saw. adalah nabi terakhir juga dapat ditemukan pada berbagai riwayat (hadits). Di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Nabi Muhammad saw. bersabda, “Perumpamaan diriku dan nabi-nabi sebelumku bagaikan seseorang yang membangun sebuah rumah yang indah dan sempurna tetapi ada bagian dinding yang belum terpasang. Setiap orang yang masuk ke dalamnya memperhatikan setiap sudut dari rumah tersebut. Mereka bertanya, ‘Mengapa bagian dinding belum diselesaikan?’ Sebagaimana bagian terakhir rumah tersebut, aku adalah penutup para nabi (khatam an-nabiyyin) [3].
2) Nabi Muhammad saw. bersabda:
“Aku memiliki lima nama: (1) Muhammad; (2) Ahmad; (3) al-Mahi (penolak dan penghancur). Allah swt. menolak dan menghancurkan kesyirikan dan kekafiran dengan perantara diriku; (4) aku adalah al-Hasyir (pengumpul) yaitu pada hari kiamat manusia-manusia berkumpul di kakiku; (5) dan aku adalah ‘Aqib (penutup) yaitu aku datang setelah para nabi dan tidak ada nabi diutus setelahku. [4]”
3) Arbadh bin Sariyah meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda,
“Aku adalah hamba Allah. Penutup para nabi sejak zaman Nabi Adam as. masih berwujud tanah liat dan akan kukabarkan pada kalian ajakan ayahku Nabi Ibrahim as. Dan berita gembira dari Nabi Isa as. mengenai diriku. [5]”
4) Disebutkan dalam hadis syafaat,
“Manusia mendatangi Isa as. Dan berkata, ‘Wahai Isa, syafaatilah kami. ’ Isa menjawab, ‘Aku tidak berhak. Datanglah pada Muhammad saw. sesungguhnya dia adalah nabi terakhir. [6]”
5) “Pada hari kiamat, para nabi dan seluruh umat mendatangiku dan berkata, ‘Wahai Muhammad saw.,engkau adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni ‘dosa-dosa’mu sebelum dan sesudah. Memohonlah pada Allah agar kami disyafaati. Tidakkah engkau melihat kondisi kami?[7]’”
6) Abu Hurairah meriwayatkan Nabi Muhammad saw. bersabda,
“Aku diutus bagi seluruh manusia dan kenabian diakhiri olehku. [8]”
7) Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,

“Aku penutup ribuan nabi bahkan lebih.[9]”

8. “Wahai‘Ali, aku membuktikan padamu dengan kenabian. Tidak ada nabi setelahku dan engkau pun membuktikan pada manusia dengan tujuh sifat keunggulan yang tidak seorang Quraisy pun mengingkarinya. Engkau adalah orang pertama yang beriman pada Allah,… [10]”

9) Abu Dzar Al-Ghifari berkata, Rasulullah saw. bersabda,

“Aku adalah penutup para nabi dan engkau wahai‘Ali adalah penutup para washiy. [11]”

10) Jabir bin ‘Abdullah bertanya pada Rasulullah saw. mengenai sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah swt.

“Wahai Jabir, makhluk pertama yang diciptakan oleh Allah adalah cahaya nabimu. Mengadakan segala kebaikan di dalamnya dan menciptakan segala sesuatu yang lain setelahnya…Kemudian, memunculkan aku di bumi dan menjadikanku sebagai pemimpin para rasul dan penutup para nabi. Aku diutus bagi seluruh manusia dan sebagai rahamat bagi seluruh alam. [12]”


11) Imam‘Ali kw. berkata:

“Allah memilih Adam sebagai makhluk pilihanNya…setelah Adam bertobat, Allah menempatkan Adam di bumi sehingga dengan perantara keturunannya, bumi menjadi makmur. Hujah Allah menjadi sempurna pada hamba-hambaNya dengan perantaranya. Setelah beliau (Adam as.), Allah swt. tidak pernah mengosongkan bumi dari hujahNya. Bahkan, Allah memperbaharui janjiNya pada hamba-hambaNya dengan perantara para nabi, pembawa risalah, serta penyeru kepadaNya. Mereka terpilih dari masa ke masa hingga tiba masa nabi kita (Muhammad saw) dan dengan perantaranya, hujah Allah berakhir dan berakhir pulalah udzur Tuhan… [13]”


12) “…Allah swt. Mengutus Nabi Muhammad saw. setelah para nabi. Dengan perantara dirinya, wahyu dan kenabian pun berakhir… [14]”

13) “Aku adalah pemimpin para washiy… Aku adalah pewaris ilmu orang terdahulu, bukti Allah bagi seluruh alam setelah para nabi, dan Nabi Muhammad bin ‘Abdullah penutup para nabi… [15]”

14) “Demi jiwa ibu dan ayahku yang menjadi tebusan, sungguh dengan kematianmu, maka terhentilah apa yang tak pernah terhenti dengan kematian selainmu dari kenabian dan berita-berita dari langit… [16]”

Referensi :

[1] Dua paragraf ini disarikan dari Murtadha Mutahhari, Akhir Kenabian, Penerbit Yapi, Bandar Lampung, 1988, pp. 7-9 dan Ja’far Subhani, Siapa Nabi Terakhir?, Al-Huda, Jakarta, 2006, pp. 11-26

[2] Yang dimaksud dengan kata adz-dzikr di dalam ayat tersebut adalah al-Qur’an. (Tafsir Ibnu Katsir, D?rul Ma’rifah, Beirut, 1992, juz 4, pp. 110-111)

[3] Shahih Muslim, juz 7, pp. 64-65; Shahih Bukhari, juz 4, pp. 226; Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 2, pp. 398 dan 412; At-Taj, jil. 3, pp. 229

[4] Thabaqat al-Kubra, jil. 1, pp. 65; Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 3, pp. 82-84; Shahih Muslim juz 8, pp. 89

[5] Thabaqat al-Kubra, jil. 1, pp. 96; Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 4, pp. 127-128; Yanabi’ al-Mawaddah, pp. 10; al-Mizan, jil. 19, pp. 295 dengan sedikit perbedaan

[6 ]Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 3, pp. 258; Shahih Bukhari, juz 6, pp. 106

[7] Shahih Bukhari, juz 6, pp. 106; Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 2, pp. 436

[8] Thabaqat al-Kubra, jil. 1, pp. 128; Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 2, pp. 412

[9] Musnad Ahmad bin Hanbal, juz 3, hal. 79

[10] Hilyat al-Awliya, jil. 1, pp. 66

[11] Ihq?q al-Haq jil. 4 pp. 120

[12] Yanabi’ al-Mawaddah, pp. 14 dan 15

[13] Nahjul Bal?ghah, Khutbah ke-87

[14] Nahjul Bal?ghah, Khutbah ke-129

[15] Ghay?t al-Maram pp. 46; Syekh Shaduq, ‘Amali, pp. 17

[16] Nahjul Bal?ghah, Khutbah ke-230

(filsafatislam/ABNS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar