Kisah Imam Hasan AS bin Ali As Versi Ahlus Sunnah Yang Asli (Doc.1960)
Nama: Hasan;
Gelar: Al-Mujtaba;
Julukan: Abu Muhammad;
Ayah: Ali bin Abi Thalib;
Ibu: Fathimah az-Zahra;
Tempat dan tanggal lahir: Madinah, Selasa 15 Ramadhan 2 H;
Hari dan tanggal wafat: Kamis, 7 Shafar Tahun 49 H; Umur: 47 Tahun;
Sebab kematian: Diracun Istrinya, Ja’dah binti As-Ath;
Makam: Baqi’ Madinah;
Jumlah anak: 15 orang; 8 laki-laki dan 7 perempuan;
Anak laki-laki: Zaid, Hasan, Umar, Qosim, Abdullah, Abdurrahman, Husein, Thalhah;
Anak perempuan: Ummu al-Hasan, Ummu al-Husein, Fathimah, Ummu Abdullah, Fathimah, Ummu Salamah, Ruqoiyah
Riwayat Hidup
“Maka katakanlah (hai Muhammad): mari kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kalian …”(Surah Al-lmran 61).
“Sesungguhnya Allah SWT menjadikan keturunan bagi setiap Nabi dan dari tulang sulbinya masing-masing, tetapi Allah menjadikan keturunanku dan tulang sulbi Ali bin Abi Thalib.” (Kitab Ahlul Bait hal. 273-274).
“Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fathimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka.”(Tafsir Al Manar, dalam menafsirkan Surah al-An’am ayat 84).
Satu ayat di atas serta dua hadits di bawahnya menunjukkan bahwa Hasan dan Husein adalah kecintaan Rasul yang nasabnya disambungkan pada dirinya. Hadits yang berbunyi: “Tapi Allah menjadikan keturunanku dari tulang sulbi Ali Bin Abi Thalib”, menunjukkan bahwa Rasulullah yang tidak berbicara karena kemauan hawa nafsu kecuali wahyu semata-mata, ingin mengatakan bahwa Hasan dan Husein adalah anaknya beliau saw. Begitu juga hadits kedua, beliau mengungkapkan bahwa anak Fathimah bernasab kepada dirinya saw. Pernyataan tersebut dipertegas oleh ayat yang di atas, dimana Allah sendiri menyebut mereka dengan istitah ‘anak-anaknya’ yakni putra-putra Muhammad Rasululullah saw.
Nabi juga sering bersabda: “Hasan dan Husein adalah anak-anakku.” Atas dasar ucapan Nabi inilah, Ali bin Abi Thalib berkata kepada anak-anaknya yang lain:“Kalian adalah anak-anakku sedangkan Hasan dan Husein adalah anak-anak Nabi.” Karena itulah ketika Rasulullah saw masih hidup mereka berdua memanggil Nabi saw “ayah”. Sedang kepada Imam Ali as Husein memanggilnya Abu al-Hasan, sedang Hasan memanggil sebagai Abu al-Husein. Ketika Rasulullah saw berpulang ke rahmat Allah, barulah mereka berdua memanggil hadrat Ali dengan “ayah”.
Beginilah kedekatan nasab mereka berdua kepada Rasululullah saw. Sejak hari lahirnya hingga berumur tujuh tahun Hasan mendapat kasih sayang serta naungan dan didikan langsung dari Rasululullah saw, sehingga beliau dikenal sebagai seorang yang ramah, cerdas, murah hati, pemberani, serta berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap wahyu yang diturunkan saat Nabi akan menyingkapnya kepada para sahabatnya.
Dalam kesalehannya, beliau dikenal sebagai orang yang saleh, bersujud dan sangat khusyuk dalam shalatnya. Ketika berwudhu beliau gemetar dan di saat shalat pipinya basah oleh air mata sedang wajahnya pucat karena takut kepada Allah SWT. Dalam belas dan kasih sayangnya, beliau dikenal sebagai orang yang tidak segan untuk dengan pengemis dan para penghuni kota yang bertanya tentang masalah agama kepadanya.
Dari sifat-sifat yang mulia inilah beliau tumbuh menjadi seorang dewasa yang tampan, bijaksana dan berwibawa. Setelah kepergian Rasulullah saw beliau langsung berada di bawah naungan dan didikan ayahnya Ali bin Abi Thalib as. Hampir tiga puluh tahun, beliau bernaung di bawah didikan ayahnya, hingga akhirnya pada tahun 40 Hijriyah. Ketika ayahnya terbunuh dengan pedang beracun yang dipukulkan Abdurrahman bin Muljam, Hasan mulai menjabat keimamahan yang ditunjuk oleh Allah SWT.
Selama masa kepemimpinannya, beliau dihadapkan kepada orang yang sangat memusuhinya dan memusuhi ayahnya, Muawiyah bin Abi Sofyan dari bani Umayyah. Muawiyah bin Abi Sofyan yang sangat tamakan kepada kekuasaan selalu menentang dan menyerang Imam Hasan as dengan kekuatan pasukannya. Sementara dengan kelicikannya dia menjanjikan hadiah-hadiah yang menarik bagi jenderal dan pengikut Imam Hasan yang mau menjadi pengikutnya.
Karena banyaknya pengkhianatan yang dilakukan pengikut Imam Hasan as yang merupakan akibat pujukan Muawiyah, akhirnya Imam Hasan menerima tawaran darinya. Perdamaian bersyarat itu dimaksudkan agar tidak terjadi pertumpahan darah yang lebih banyak di kalangan kaum muslimin. Namun, Muawiyah mengingkari seluruh isi perjanjian itu. Kejahatannya pun semakin merajalela, khususnya kepada keluarga Rasulullah saw dan orang yang mencintai mereka akan selalu ditekan dengan kekerasan dan diperlakukan dengan tidak senonoh.
Dan pada tahun 50 Hijriah, beliau dikhianati oleh isterinya, Ja’dah putri Ash’ad, yang menaruh racun di minuman Imam Hasan. Menurut sejarah, Muawiyah adalah dalang dari usaha pembunuhan anak kesayangan Rasulullah saw ini.
Akhirnya manusia agung, pribadi mulia yang sangat dicintai oleh Rasulullah kini telah berpulang ke rahmatullah. Pemakamannya dihadiri oleh Imam Husein as dan para anggota keluarga Bani Hasyim. Karena adanya beberapa pihak yang tidak setuju jika Imam Hasan dikuburkan di dekat maqam Rasulullah dan ketidaksetujuannya itu dibuktikan dengan adanya hujan panah ke keranda jenazah Imam Hasan as. Akhirnya untuk kesekian kalinya keluarga Rasulullah yang teraniaya terpaksa harus bersabar. Mereka kemudian mengalihkan pemakaman Imam Hasan as ke Jannatul Baqi’ di Madinah. Pada tanggal 8 Syawal 1344 H (21 April 1926) kemudian, pekuburan Baqi’ diratakan dengan tanah oleh pemerintah yang berkuasa di Hijaz.
Imam Hasan telah tiada, pemakamannya pun digusur. Namun perjuangan serta pengorbanannya yang diberikan kepada Islam akan tetap terkenang di hati sanubari setiap insan yang mengaku dirinya sebagai pengikut dan pencinta Muhammad saw serta Ahlul Baitnya.
(dedyzulvita/ABNS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar