Usaha-usaha Untuk Mencari dan Membuka Kuburan Fatimah Az Zahra As di Jannat Al-Baqi Senantiasa Mengalami Kegagalan, Setelah Wahabi Membongkar Kuburan Al-Baqi
Ketika matahari terbit di keesokan harinya, orang-orang di kota Madinah berduyun-duyun menuju rumah Ali (as). Mereka ingin ikut serta dalam upacara penguburan dari puteri kandung Rasulullah itu. Akan tetapi mereka terpaksa gigit jari karena upacara penguburan telah lama selesai. Penguburan sayyidah Fathimah dilakukan secara sembunyi-sembunyi di malam hari dan tanpa kehadiran penduduk kota Madinah.
Pada saat yang bersamaan Imam Ali sedang membuat empat buah kuburan baru di Jannat al-Baqi untuk mengelabui para penduduk kota Madinah supaya orang-orang tidak tahu dimana letak kuburan Fathimah yang sebenarnya. Ketika para penduduk kota Madinah memasuki kompleks pemakaman, mereka kebingungan karena ada empat buah kubur yang baru dan mereka tidak tahu yang mana yang kuburan Fathimah (as) yang asli. Mereka saling pandang satu sama lainnya dan segera saja perasaan bersalah menyelimuti mereka. Mereka berkata: “Nabi kita tidak meninggalkan satupun anak kecuali Fathimah (as). Dan sekarang puteri Rasulullah telah meninggal dan kita sama sekali tidak ikut serta dalam upacara penguburannya. Kita bahwak tidak sadar dan tidak tahu persis dimana letak makamnya”.
Kompleks pemakaman Jannatul Baqi sebelum dihancurkan rezim Saudi pada tahun 1925
Pemerintah yang berkuasa sadar sekali akan bahaya yang mengancam dari peristiwa ini. Kematian puteri tercinta Nabi setelah kejadian penyerbuan ke rumahnya oleh pemerintah yang berkuasa, serta upacara penguburan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi akan mengharu biru perasaan emosi dari para penduduk kota Madinah. Oleh karena itu, pemerintah membuat pengumuman yang mengejutkan: “Buatlah kelompok berisi wanita Muslimah dan suruh mereka untuk menggali makam-makam ini agar kita bisa menemukan mayat Fathimah dan kita bisa menshalatkan dia dan menguburkannya lagi”.
Kompleks pemakaman Jannatul Baqi setelah penghancuran yang diperintahkan oleh rezim Saudi. Rupanya rezim Saudi menindaklanjuti rencana rezim Abu Bakar yang tertunda belasan abad sebelumnya.
Kemudian mereka tanpa basa-basi lagi dan tanpa mengenal rasa malu dan khawatir sedikitpun mulai melaksanakan rencana mereka. Mereka melanggar wasiat yang telah diberikan oleh Fathimah! Mereka juga melanggar hak-hak privasi seseorang. Imam Ali telah berusaha untuk menyembunyikan makam Fathimah akan tetapi mereka berusaha untuk membongkarnya.
Apakah mereka telah lupa betapa tajamnya pedang Imam Ali, Zulfiqar?
Apakah mereka telah lupa betapa beraninya Imam Ali?
Apakah mereka akan mengira bahwa Imam Ali akan tetap diam melihat perbuatan tercela mereka?
Apakah mereka mengira Imam Ali akan diam tak bertindak melihat mereka membogkar kuburan Fathimah?
Kompleks pemakaman Jannatul Baqi sekarang……….rata dengan tanah. Tidak menyisakan keindahan melainkan sebuah gurun gersang. Kalau saja orang tidak pernah mengingatnya sebagai kompleks pemakaman para sahabat dan isteri-isterin Nabi dan Ahlul Bayt Nabi, mungkin orang sama sekali tidak bisa mengetahui nilai sejarahnya. Rezim Saudi ingin melupakan nilai historis dari kompleks pemakaman ini.
Imam Ali sama sekali tidak melawan atau melakukan tindakan balasan atas perlakuan rezim Abu Bakar sepeninggal Rasulullah karena Imam Ali tidak ingin perlawanannya menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin. Umat Islam akan terpecah-pecah kedalam berbagai kelompok kepentingan dan itu tak bisa dihindarkan kalau Imam Ali melawan. Imam Ali dan keluarga Nabi terpaksa mengorbankan dirinya sebagai tumbal untuk persatuan dan keutuhan umat Islam. Imam Ali selama ini tidak melawan meskipun ada tindakan-tindakan kejahatan yang dilakukan kepada Fathimah sebelum maupun setelah Nabi wafat. Imam Ali tidak melawan karena Imam Ali telah diperintahkan oleh Rasulullah untuk bersabar, akan tetapi kesabaran itu sampai pada batas yang telah ditentukan. Ketika Imam Ali menerima berita bahwa rezim Abu Bakar akan membongkar kuburan Fathimah, Imam Ali dengan segera mengenakan pakaian perangnya dan bergegas menuju pemakaman Jannat al-Baqi. Seseorang dari mereka berteriak melihat kedatangan Imam Ali, “Ini Ali bin Abu Thalib datang dengan menghunus pedangnya dan berkata: “Barangsiapa ada yang berani untuk membongkar makam puteri Nabi walaupun ia hanya memindahkan sebuah batu darinya, aku akan memukul punggungnya dengan pedang hingga orang terakhir dari kalian, wahai kaum yang dzalim.”
Orang-orang yang tahu benar akan keseriusan Imam Ali segera mundur teratur melihat ancaman itu bukan hanya sekedar bualan. Mereka sadar bahwa Imam Ali akan melaksanakan ancamannya kepada orang yang berani mengganggu kuburan isterinya, Fathimah. Pada waktu itu, ada seorang suruhan dari pemerintah yang berkuasa yang datang dengan gemetar menghadap Imam Ali sambil berkata: “Ada apa gerangan, ya Abbal Hasan? Demi Allah, kami ini akan menggali kuburannya dan membawa jasadnya keluar untuk kami shalatkan.”
Imam Ali menjambak pakaian orang itu dan mengguncang-guncangnya kemudian melemparkannya ke tanah jauh sekali dan kemudian berkata: “Wahai anaknya Sawada! Aku telah lama mengabaikan hakku dan kewajibanku untuk melindungi orang-orang dari mencampakkan keyakinannya…………akan tetapi demi kuburan Fathimah dan demi DIA yang jiwaku ada di tanganNya, apabila engkau dan para pengikutmu berusaha untuk membongkar kuburan Fathiimah, maka saksikanlah…………aku akan menggenangi tanah ini dengan darah kalian!”
Pada saat-saat kritis seperti ini akhirnya Abu Bakar datang tergopoh-gopoh dan menggigil ketakutan sambil berkata: “Wahai Abu Al-Hasan, aku memohon kepadamu demi hak Rasulullah dan demi DIA yang ada di Arasy; tinggalkanlah lelaki itu dan kami berjanji tidak akan melakukan apapun yang engkau tidak sukai.”.
Akhirnya hingga saat ini detik ini, lokasi dari kuburan Fathimah (as) tetaplah misteri………tak seorangpun yang tahu.
Fathimah az-Zahra (as) telah berwasiat agar dikuburkan pada malam hari. Permintaannya agar kuburannya disembunyikan merupakan pesan tersendiri yang ingin disampaikan lewat rintang sejarah hingga ke masa yang akan datang. Fathimah Az-Zahra (as) ingin agar pesan ini sampai kepada seluruh umat Islam………….pesan yang menyatakan bahwa keluarga Nabi telah disia-siakan dan didzalimi serta hak-haknya dirampas oleh rezim yang berkuasa. Dan ini bisa menjadi titik balik sejarah di kehidupan seseorang yang hanya mengetahui satu versi sejarah yaitu sejarah yang ditulis dan diajarkan penguasa dan diindoktrinkan ke dalam sel-sel darah umat Islam.
Fathimah Az-Zahra membangkitkan kehidupan dari kematian; memberikan kemenangan dari kekalahan; dan sebuah cerita kepahlawanan dan perdamaian dari jaman ke jaman ia ciptakan dari hidupnya yang penuh kepedihan. Fathimah menciptakan sebuah revolusi di setiap jantung kaum Muslim yang sadar dari satu generasi ke generasi lainnya. Jantung Fathimah masih berdetak di sela-sela detak jantung umat Islam. Dan kedua belah matanya terjaga menunggu bendera kebebasan yang akan berkibar bersama dengan kedatangan puteranya yang ditunggu-tunggu yaitu Imam Mahdi (as).
Sekarang ini, seperti juga pada jaman-jaman lainnya yang telah lalu, kita semua menghadapi kepedihan dan penindasan. Kita harus bersabar dalam menghadapi kepedihan ini. Kita harus meneruskan pesan Fathimah ini ke generasi selanjutnya. Kita harus sampaikan penderitaan keluarga Nabi ini kepada generasi kita dan selanjutnya agar mereka tahu bahwa Rasulullah dan misi keIslamannya telah mendapatkan tekanan dari orang-orang terdekatnya dan Islam telah dicampuri dan dikotori oleh mereka.
Baca disini:
History of Jannat Al-Baqi Cemetery:On 8th Shawwal Al-Mukarram, Wednesday, in the year 1345 AH (April 21, 1925), mausoleums in Jannatul Al-Baqi (Madina) were demolished by King Ibn Saud. In the same year (1925), he also demolished the tombs of holy personalities at Jannat al-Mualla (Makkah) where the Holy Prophet Muhammad's (saw) mother, wife, grandfather and other ancestors are buried. Destruction of sacred sites in Hijaz by the Saudi Wahhabi's continues even today.
Origins of Jannat Al-Baqi Cemetery
Literally "Al-Baqi" means a tree garden. It is also known as "Jannat Al-Baqi" due to its sanctity, since in it are buried many of our Prophet Muhammad's relatives andcompanions.
The first companion buried in Jannat Al-Baqi was Uthman bin Madhoon who died on the 3rd of Shaban al-Moazzam in the 3rd year of Hijrah. Prophet Muhammad (saw) ordered certain trees to be felled, and in its midst, he buried his dear companion, placing two stones over the grave.
On the following years, the Prophet Muhammad's son Ibrahim, who died in infancy and over whom the Prophet Muhammad (saw) wept bitterly, was also buried there. The people of Madina then began to use that site for the burial of their own dead, because the Prophet (saw) used to greet those who were buried in Jannat Al-Baqi by saying, "Peace be upon you, O abode of the faithful! God willing, we should soon join you. O Allah, forgive the fellows of Al-Baqi".
The site of the burial ground at Jannat Al-Baqi was gradually extended. Nearly seven thousand companions of the Holy Prophet Muhammad (saw) were buried there, not to mention those of the Ahlul Bayt (as). Imam Hasan bin Ali (as), Imam Ali bin Hussain (as), Imam Muhammad bin Ali (as), and Imam Ja'far bin Muhammad (as) were all buried there.
Among other relatives of the Prophet Muhammad (saw) who were buried at Jannat Al-Baqi are: his aunts Safiya and Aatika, and his Aunt Fatima bint al-Asad, the mother of Imam Ali (as). The third caliph Uthman was buried outside Jannat Al-Baqi, but with later extensions, his grave was included in the area. In later years, great Muslim scholars like Malik bin Anas and many others, were buried there too. Thus, did Jannat Al-Baqi become a well-known place of great historic significance to all Muslims.
Jannat Al-Baqi as viewed by historians
Umar bin Jubair describes Jannat Al-Baqi as he saw it during his travel to Madina, saying "Al-Baqi is situated to the east of Madina". You enter it through the gate known as the gate of Al-Baqi. As you enter, the first grave you see on your left is that of Safiya, the Prophet Muhammad's aunt, and further still is the grave of Malik bin Anas, the Imam of Madina. On his grave is raised a small dome. In front of it is the grave of Ibrahim son of our Prophet Muhammad (saw) with a white dome over it, and next to it on the right is the grave of Abdul-Rahman son of Umar bin al-Khattab, popularly known as Abu Shahma, whose father had kept punishing him till death overtook him. Facing it are the graves of Aqeel bin Abi Talib and Abdullah bin Ja'far al-Tayyar. There, facing those graves is a small shrine containing the graves of the Prophet Muhammad's wives, following by a shrine of Abbas bin Abdul Muttalib.
Hazrat Fatima Zahra (S.A.) used to lament over her father's demise for six months continuously till she died. The Place where she was lamenting was an attic occupied by her in the grave yard at Jannatul Baqi. At this place after the martyrdom of Imam Hussain (A.S.) Janab Um ul Baneen wife of Amir ul Momeneen Ali Ibne Abi Taleb (A.S.) and the mother of Janab Abbas used to lament over Imam Hussain (A.S.) in a heartrending manner. It was here that the citizens of Medina used together to join in the wailings. Hazrat Rabab, wife of Imam Hussian (A.S.) also frequented this place to cry. Janab-e-Zainab and Umm-e-Kulsoom were also among the regular mourners. This place is popularly known as Baitul Huzn. Its original name was Bayt al-Ahzaan (The house of mourning).The grave of Hasan bin Ali (as), situated near the gate to its right hand, has an elevated dome over it. His head lies at the feet of Abbas bin Abdul Muttalib, and both graves are raised high above the ground; their walls are paneled with yellow plates and studded with beautiful star-shaped nails. This is how the grave of Ibrahim, son of the Prophet Muhammad (saw) has also been adorned. Behind the shrine of Abbas there is the house attributed to Fatima Zahra, daughter of our Prophet Muhammad (saw), known as "Bayt al-Ahzaan" (the house of grief) because it is the house she used to frequent in order to mourn the death of her father, the chosen one, peace be upon him. At the farthest end of Jannat Al-Baqi is the grave of the caliph Uthman, with a small dome over it, and there, next to it, is the grave of Fatima bint Asad, mother of Ali bin Abi Talib (as). After a century and a half, the famous traveler Ibn Batuta came to describe Jannat Al-Baqi in a way which does not in any way differ from the description given by Ibn Jubair. He adds saying, "At Al-Baqi are the graves of numerous Muhajirin and Ansar and many companions of the Prophet (saw), except that most of their names are unknown."
Thus, over the centuries, Jannat Al-Baqi remained a sacred site with renovations being carried out as and when needed till the Wahhabi's rose to power in the early nineteenth century. The latter desecrated the tombs and demonstrated disrespect to the martyrs and the companions of the Prophet Muhammad (saw) buried there. Muslims who disagreed with them were branded as "infidels" and were subsequently killed.
First destruction of Jannat Al-Baqi Cemetery
The Wahhabi's believed that visiting the graves and the shrines of the Prophets, the Imams, or the saints was a form of idolatry and totally un-Islamic. Those who did not conform to their belief were killed and their property was confiscated. Since their first invasion of Iraq, and till nowadays, in fact, the Wahhabi's, as well as other rulers of the Gulf States, having been carrying out massacres from which no Muslim who disagreed with them was spared. Obviously, the rest of the Islamic World viewed those graves with deep reverence. Had it not been so, the two caliphs Abu Bakr and Umar would not have expressed their desire for burial near the grave of the Prophet Muhammad (saw).
From 1205 AH to 1217 AH, the Wahhabi's made several attempts to gain a foothold in Hijaz but failed. Finally, in 1217 AH, they somehow emerged victorious in Taif where they spilled the innocent blood of Muslims. In 1218 AH, they entered Makkah and destroyed all sacred places and domes there, including the one which served as a canopy over the well of Zamzam.
In 1221, the Wahhabi's entered Madina to desecrate Jannat Al-Baqi as well as every mosque they came across. An attempt was even made to demolish the Prophet's tomb, but for one reason or another, the idea was abandoned. In subsequent years, Muslims from Iraq, Syria, and Egypt were refused entry into Makkah for Hajj Pilgrimage. King Al-Saud set a pre-condition that those who wished to perform the pilgrimage would have to accept Wahhabism or else be branded as non-Muslims, becoming ineligible for entry into the Haram.
Jannat Al-Baqi was razed to the ground, with no sign of any grave or tomb whatsoever. But the Saudis were still not quite satisfied with doing all of that. Their king ordered three black attendants at the Prophet's shrine to show him where the treasures of valuable gifts were stored. The Wahhabi's plundered the treasure for their own use.
Thousands of Muslims fled Makkah and Madina in a bid to save their lives and escape from the mounting pressure and persecution at the hands of the Wahhabi's. Muslims from all over the world denounced this Saudi savagery and exhorted the Caliphate of the Ottoman Empire to save the sacred shrines from total destruction. Then, as it is known, Muhammad Ali Basha attacked Hijaz and, with the support of local tribes, managed to restore law and order in Madina and Makkah, dislodging the Al-Saud clansmen. The entire Muslim world celebrated this victory with great fanfare and rejoicing. In Cairo, the celebrations continued for five days. No doubt, the joy was due to the fact that pilgrims were once more allowed freely to go for Hajj Pilgrimage, and the sacred shrines were once again restored.
In 1818 AD, the Ottaman Caliph Abdul Majid and his successors, Caliphs Abdul Hamid and Mohammed, carried out the reconstruction of all sacred places, restoring the Islamic heritage at all important sites. In 1848 and 1860 AD, further renovations were made at the expense of nearly seven hundred thousand pounds, most of which came from the donations collected at the Prophet Muhammad's tomb.
Second plunder by the Wahhabi's
The Ottoman Empire had added to the splendor of Madina and Makkah by building religious structures of great beauty and architectural value. Richard Burton, who visited the holy shrines in 1853 AD disguised as an Afghan Muslim and adopting the Muslim name Abdullah, speaks of Madina boasting 55 mosques and holy shrines. Another English adventurer who visited Madina in 1877-1878 AD describes it as a small beautiful city resembling Istanbul. He writes about its white walls, golden slender minarets and green fields.
1924 AD Wahhabi's entered Hijaz for a second time and carried out another merciless plunder and massacre. People in streets were killed. Houses were razed to the ground. Women and children too were not spared.
Awn bin Hashim (Shairf of Makkah) writes: "Before me, a valley appeared to have been paved with corpses, dried blood staining everywhere all around. There was hardly a tree which didn't have one or two dead bodies near its roots."
1925 Madina surrendered to the Wahhabi onslaught. All Islamic heritages were destroyed. The only shrine that remained intact was that of the Holy Prophet Muhammad (saw).
Ibn Jabhan says: "We know that the tomb standing on the Prophet Muhammad's grave is against our principles, and to have his grave in a mosque is an abominable sin."
Tombs of Hazrat Hamza and other martyrs were demolished at Uhud. The Prophet's mosque was bombarded. On protest by Muslims, assurances were given by Ibn Saud that it will be restored but the promise was never fulfilled. A promise was given that Hijaz will have an Islamic multinational government. This was also abandoned.
1925 AD Jannat al-Mualla, the sacred cemetery at Makkah was destroyed along with the house where the Holy Prophet Muhammad (saw) was born. Since then, this day is a day of mourning for all Muslims.
Is it not strange that the Wahhabi's find it offensive to have the tombs, shrines and other places of importance preserved, while the remains of their Saudi kings are being guarded at the expense of millions of dollars?
Protest from Indian Muslims
1926, protest gatherings were held by shocked Muslims all over the world. Resolutions were passed and a statement outlining the crimes perpetrated by Wahhabi's was issued and included the following:
The destruction and desecration of the holy places i.e. the birth place of Holy Prophet Muhammad (saw), the graves of Banu Hashim in Makkah and in Jannat Al-Baqi (Madinah), the refusal of the Wahhabi's to allow Muslims to recite Ziyarah or Surah al-Fatiha at those graves.The destruction of the places of worships i.e. Masjid Hamza, Masjid Abu Rasheed, in addition to the tombs of Imams and Sahaba (Prophet's companions).Interference in the performance of Hajj rituals.Forcing the Muslims to follow the Wahhabi's innovations and to abandon their own ways according to the guidance of the Imams they follow.The massacre of sayyids in Taif, Madina, Ahsa, and Qatif.The demolition of the grave of the Imams at Al-Baqi which deeply offended and grieved all Shias.
Protest from other countries
Similar protests were lodged by Muslims in Iran, Iraq, Egypt, Indonesia, and Turkey. All of them condemn the Saudi Wahhabi's for their barbaric acts. Some scholars wrote tracts and books to tell the world the fact that what was happening in Hijaz was actually a conspiracy plotted by the Jews against Islam, under the guise of Tawheed. The idea was to eradicate the Islamic legacy and heritage and to systematically remove all its vestiges so that in the days to come, Muslims will have no affiliation with their religious history.
A partial list of the demolished graves and shrines
Al-Mualla graveyard in Makkah which includes the grave ofSayyida Khadija bint Khuwailid (sa), wife of Prophet Muhammad (saw), the grave of Amina bint Wahab, mother of the Prophet (saw), the grave of Abu Talib, father of Imam Ali (as), and the grave of Abdul Muttalib, grandfather of the Prophet (saw)The grave of Hawa (Eve) in JeddahThe grave of the father of Prophet Muhammad (saw) in MadinaThe house of sorrows (Bayt al-Ahzaan) of Sayyida Fatima Zahra (as) in MadinaThe Salman al-Farsi mosque in MadinaThe Raj'at ash-Shams mosque in MadinaThe house of the Prophet Muhammad (saw) in Madina, where he lived after migrating from MakkahThe house of Imam Ja'far bin Muhammad (as) in MadinaThe complex (mahhalla) of Banu Hashim in MadinaThe house of Imam Ali (as) where Imam Hasan (as) and Imam Hussain (as) were bornThe house of Hazrat Hamza and the graves of the martyrs of Uhud (as)
BENARKAH SYI’AH HANCURKAN MASJID SUNNI ? Otto kritik pada para penghancur Rumah Nabi
Al Baqi sebelum di hancurkan
Zacky Falhum (facebooker anti syiah) menuliskan :
dan apakabar iran???
bagaimana keadaan saudara2 ahlussunnah wal jamma’ah kita disana??
taukah saudara2???
apakah perbedaan masjid syi’ah dan masjid sunni di iran?????
perbedaannya adalah begitu banyak masjid2 syi’ah disana tetapi tidak ada satupun masjid sunni di iran kecuali dihancur leburkan dan dipermak menjadi masjid syi’ah lengkap dgn imamnya..itulah perbedaannya!!!!!!
apakabar ulama2 sunni diiran???
bagaimana kehidupannya disana???
tolong anda2 cari tau dulu dgn berbagai referensi,,baru kita buka diskusi disini.
syukran……..
Em Syaikhul Islam (Facebooker anti syi’ah group inilah syiah dan penjelasanya II) mempostingkan :
first published in Asharq AL AWSAT ON 28/04/2010
By: Khaled Mahmoud
Cairo, Asharq Al-Awsat- the Iranian government issued on 27/04/2010 a decision banning Sunni Muslims from praying at state universities and military camps, Asharq Al-Awsat has learnt. This decision comes within the framework of pressurizing the Sunni community in Iran, which has been taking place for decades. This ban, which was confirmed by Sunni sources in Tehran, came after Sunni Muslims were banned from holding communal Friday prayers services in their homes in cities like Isfahan, Shiraz, Kerman, and Yazd. Sheikh Abdul-Hamid Esmaeel Zahi, the highest authority for Sunni Muslims in Iran and the imam and preacher of the Makki Mosque, the largest Sunni mosque in Iran located in the city of Zahedan, expressed his sorrow at the ban. He said, “We are very sorry that some elements have come forward to ban Friday prayers from being held in the home and placed restrictions on this practice. This group is ideologically deviant and they truly have a narrow outlook and are overly sensitive with regards to [Sunni] mosques and schools and advocacy.” Sheikh Zahi criticized this decision, stating that the Iranian constitution does not prevent any religious group from practicing its faith, regardless of its sect. He added, “There should not be a ban on performing prayers, rather everybody should be invited to perform prayers, and we hope that all Sunnis and Shia take the initiative to perform this obligation that is the most important pillar of Islam after belief in the oneness of God.” Sheikh Zahi considered the objection of officials to the construction of mosques, schools, and religious centers for Iran’s Sunni community to be completely contrary to the principles of Iran’s Islamic government. He said,
“There are some [Sunni majority] villages where only one Shia family lives, and the government builds a [Shia] mosque. However the problem is that they do not allow us to build mosques or religious schools in large cities that are home to large Sunni communities.” He added that the officials who object to Sunnis praying at university do not have religion or any knowledge of God. Sheikh Zahi said that somebody who hates to pray behind or beside somebody from a different Muslim sect is showing signs of extreme ignorance. Sheikh Zahi said, “I call on the country’s officials and the Supreme Leader…to grant the freedom to pray in every place, which is the least right granted to us in the constitution, and that is the freedom to conduct communal and Friday prayers.”
He stressed that the most important concern for the Sunni community in Iran is the issue of jurisprudence, saying “we do not feel that there is a problem with regards to the constitution, however there is despotism from some extremist elements in some regions that have Sunni minorities, and this is something that concerns us.”Sheikh Zahi added, “The representative of the Supreme Leader has banned the Sunni community from conducting Friday prayers in a number of [Iranian] cities, however the Sunni community in this city – even if it is a minority – wants to perform Friday prayers, however the Supreme Leader’s representative rejected this saying ‘let them follow my example [of praying in the Shia way] in their prayers.”
Sheikh Zahi has denounced such negative practices, and asked what law – national or Islamic – is able to take away the rights of Sunni Muslims to perform independent communal Friday prayers in any area of the country?
Ibnu Jawi al Jogjakartani menanggapi:
Makam Baqi saat dihancurkan.
Masyarakat Islam di Indonesia barangkali sengaja dibuat tidak tahu akan fakta bahwa kelompok yang mengaku ahlu sunnah wal jama’ah pernah melakukan tindakan berutal dengan meratakan Jannat al-baqi, penghancuran rumah Rasulullah dan Khadidjah, penghancuran rumah Imam Shadiq, penghancuran rumah ayah Rasulullah, penghancuran Suq al Leil (tempat yang menandai tempat lahir Rasulullah saw), perencanaan penghancuran al Kubbatul Khadra, penghancuran Rumah Abu Ayyub al Anshari, bahkan makam para istri-istri Rasulullah pun di telantarkan (lihat fotonya di syiahnews.wordpress.com).
Rumah Khadidjah yang dihancurkan.
Seolah ingin lempar batu sembunyi tangan, sekarang mereka berteriak dimana-mana seolah sebagai golongan yang tertindas, mereka menyerukan bahwa masjid-masjid ahlu sunnah di Iran di hancurkan !!! lihatlah ahlu sunnah di iran dilarang ini dilarang itu !!! lihatlah mereka hendak menghancurkan ahlu sunnah !!!, pertanyaanya benarkah itu ? Allah azza wajalla sudah sedemikian banyak membuka kedok mereka, kedok tentang kebohongan yang menjungkir balikan tuduhan mereka. (silahkan baca di blog syiahnews.com tentang benarkah syiah berkhianat 1-5. Sebelum kita bongkar kebohongan mereka, adalah perlu untuk sekali lagi menunjukan kepada mereka tentang kejahatan mereka terhadap peninggalan Rasulullah saw dan ahlul ba’itnya berikut keluarga dan para shabatnya.
makam-siti-aminah-ibunda-rasulullah
Tragedi Penembakan Ka’bah dengan pelontar batu (Manjaniq)
Adalah Yazid bin Muawiyah yang dipuja-puja kelompok ahlu sunnah – bahkan sebuah kitab berjudul “Fadho’il Muawiyah wa Yazid” dipersembahkan syekhul sunni Ibnu taimiyah kepada Yazid dan Muawiyah – telah melakukan tindakan yang diluar akal waras. Yazid memerintahkan Hushain bin Numair agar melakukan penmebakan alterei batu itu setiap hari ke arah Makkah, dan termasuk arah tembakan adalah Baitullah al-A’dzam, Ka’bah al-Musyarrafah.
[1] Adakah imam-imam syi’ah atau ulama-ulama syi’ah pernah berbuat semacam itu ?
siapakah Yazid ?
bukankah dia tokoh penting dalam ahlu sunnah. Jika ada ahlu sunnah berdalih Yazid bukan amirul mukminin, bukankah kelompok yang menamakan diri ahlu sunnah wal jama’ah itu baru mengakui kekhalifahan Ali pada tahun masa ibnu Hanbal, lihat kesaksian Ibnu Abi Ya’la melalui jalur Wudaizah al Hamshi
[2]. Kalau kemudian kelompok ahlu sunnah menuduh syi’ah melakukan penghancuran dari dulu sampai sekarang, hal itu merupakan tuduhan tanpa bukti.
Tragedi 8 Syafal 1345 H Penghancuran Jannatul al Baqi
Rabu 8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 mausoleum (kuburan besar yang amat indah) di Jannatul al-Baqi di Madinah diratakan dengan tanah atas perintah Raja Ibnu Saud yang sunni wahabi itu. Di tahun yang sama diperintahkan pula untuk menghancurkan makam orang-orang yang disayangi Rasulullah Saw (ibunda, istri, kakek dan keluarganya) di Jannat al-Mualla (Mekah).
Bahkan sebelumnya pada tahun 1218 Hijriah kubah yang menaungi sumur Zamzam pun dihancurkan dan berikut adalah daftar tempat yang dirusak itu :
1. Penghancuran dan penodaan tempat suci ,di antaranya rumah kelahiran Nabi, pusara Bani Hasyim di Mekah dan Jannat al-Baqi (Madinah), penolakan wahabi salafy pada muslim yang melafalkan al-fatihah di makam-makam suci tersebut.
2. Meratakan kuburan para keluarga Nabi di al-Baqi yang sangat di hormati kaum muslim
3. Pemakaman al-Mualla di Mekah termasuk pusara isteri tercinta Nabi, Sayidah Khadijah binti Khuwailid , Makam Ibunda Rasul Siti Aminah binti Wahhab, makam pamananda Rasul Abu Thalib (Ayahanda Ali bin Abu Thalib) dan makam kakek Nabi Abdul Muthalib.
4. Makam Siti Hawa di Jedah
5. Makam ayahanda Rasul Abdullah bin Abdul Muthalib di Madinah
6. Rumah duka (baytl al-Ahzan) Sayidah Fatimah di Madinah
7. Masjid Salman al_Farisi di Madinah
8. Masjid Raj’at ash-Shams di Madinah
9. Rumah Nabi di Madinah setelah hijrah dari Mekah
10. Rumah Ja’far al-Shadiq di Madinah
11. Komplek (mahhalla) bani Hasyim di Madinah
12. Rumah Ali bin Abi Thalib tempat Hasan dan Husein dilahirkan
13. Makam Hamzah dan para syuhada Uhud di gunung Uhud.
Agar anda lebih jelas silahkan melihat foto-fota yang diambil dari buku Ummul Mu’minin, Khadijah binti Khuwaylid, Sayyidah Fie Qalby al-Mushtafa karya DR. Muhammad Abduh Yamani (lihat disyiahnews.wordpress.com). Apakah tindakan perusakan dan penghancuran situs-situs tersebut dilakukan oleh orang-orang syi’ah ? jawabnya tidak. Dengan menampilakan fakta diatas jelaslah siapakah sebenarnya yang penghancur itu. Bandingkan dengan peninggalan-peninggalan keluarga Rasulullah saw yang berada di Iran tetap dipelihara dan dimakmurkan oleh orang-orang syi’ah dan pemerintahan Republik Islam Iran yang syi’ah itu.
Adalah tindakan ironis tatkala situ milik yahudi yakni Benteng Ka’ab Ibn Asyraf (seorang yahudi yang terbunuh oleh imam Ali saat perang tanding) yang dahulu dipertahankan oleh balatentara Yahudi, dan saat direbut oleh Pasukan Rasulullah saw, beliau SAW memerintahkan agar dihancurkan supaya tidak dijadikan basis membangun perlawanan Tetapi oleh pemerintahan Sunni wahabi salafy situs tersebut justru di pelihara atas nama peninggalan bersejarah. Kementrian kebudayaan negara sunni tersembut sampai membuat catatan kepingan dan serpihan reruntuhan benteng Haibar. Di depan benteng yahudi tersebut dituliskan ’Peninggalan Bersejarah Yang Harus Di Lestarikan”.
Fatwa Pembongkaran al Kubbatul Khadra
Perhatikan fatwa ulama sunni yang bernama Syaikh Muqbil al Wadi’iy dalam kitabnya yang berjudul RIYADHUL JANNAH syaikh tersebut memerintahkan agar kubah Hijau tempat yang menanungi tempat bersemayamnya jasad suci Rasulullah SAW di hancurkan perhatikan fatwa syaikh sunni ini :
1) WAJIB MEROBOHKAN QUBAH HIJAU PADA MASJID NABAWI DIMANA DIBAWAHNYA TERDAPAT MAKAM RASULULLAH SAW. 2- WAJIB DIKELUARKAN DAN DIBUANG KUBURAN RASULULLAH MUHAMMAD SAW DAN DIKELUARKAN DARI MASJID NABAWI. (silahak lihat foto scan fatwa dan kitab dalam syiahnews.wordpress.com.
Adakah ulama-ulama syi’ah di Republik Islam Iran yang mengeluarkan fatwa semacam itu ? jawabnya tidak akan ditemukan fatwa konyol semacam itu. Barangkali penuduh akan mengeluarkan alibi bahwa mereka bukan ahlu sunnah tetapi wahabi, sekali lagi kami tegaskan, bukankah anda menggunakan argumen-argumen yang disusun oleh hakekat, halusiyah, gensyiah, abujauza dll yang semuanya menyatakan diri sebagai kelompok ahlu sunnah ? silahkan saja anda bertanya kepada mereka tentang siapa sesungguhnya mereka, dapat dipastikan bahwa mereka adalah ahlu sunnah.
Kalau kemudian diberbagai tempat diskusi di dongengkan bahwa masjid-masjid sunni di Iran di hancurkan, hal itu memang sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang anti Republik Islam Iran, baik itu yang berasal dari dalam negeri Iran sendiri – yang juga terdapat kelompok anti Republik Islam Iran (seperti Partai Tudeh-MKO, Gerakan Sekuler, Gerakan pendukung Monarki, Gerakan yang ingin memisahkan diri seperti PDKI yang beraliran komunis itu) yang tujuanya untuk menciptakan kesan buruk di dunia internasional -. Sedangkan pihak di luar iran yang menghembuskan isu tersebut tidak lain dilakukan oleh orang-orang pendukung Konsep Dick Cheney, Tony Blair yang merumuskan agenda memelihara perpecahan dan ketegangan etnik [3] jadi kita takperlu kaget dengan isu-isu murahan tersebut.
Situs – situs Sunni dirawaat oleh Pemerintahan Republik Islam Iran [4]
Di Republik Islam Iran banyak sekali terdapat peninggalan-peninggalan ahlu sunna dan sampai hari ini masih terpelihara dengan baik. Mislakan masjid jame’ sanandaj, bahkan nama salahuddin al ayubbi pun di abadikan sebagai nama jalan yang di sana dinamai dengan Khiyaban-e Salahed din al ayyubi, orang-orang syiah hampir semua mengetahui bahwa saaldin al ayyubi adalah orang yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan masal kaum syiah pada abad ke 6 hijriah, dan bertanggungjawab terhadap pembunuhan ilmuan islam bernama Suhrawadi (yang menelorkan banyak karya-karya besar), toh pemerintahan Iran menaruh hormat terhadap beliau, adakah hal yang sama dilakukan di negara-negara yang mayoritas sunni ?
Di masjid-masjid Iran pun adzan model sunni bebas dikumandangkan, bahkan jamaah sholatnya pun dapat sholat secara bersama-sama dengan semangat dan toleransi tinggi [5] Pernikahan beda mazhab (sunni-syiah) banyak terjadi di Iran tanpa harus menemui kendala, dan jika salah satu atau keduanya berpindah mazhab dari syi’ah ke sunni atau sebaliknya hal itu biasa saja merka tidak akan mengalami sanksi sosial [6], tidak seperti di negar-negara sunni, ambil contoh di Indonesia, jika anda pengikut gerakan Salafy dapat dipastikan akan mendapat sanksi sosial dari rekan sealiran jika menikah dengan orang lain gerakan, hal yang sama akan dialami di gerakan Tarbiyah yang memiliki lembaga Munakahat yang mengatur urusan pernikahan, demikian pula di gerakan Hizbut Tahrir dan gerakan lainya, padahal pernikahan itu dilakukan sesama mazhab.
Di daerah Negel Iran berdiri sebuah masjid bernama Masjid Abdullah bin Umar, masjid ini oleh pemerintaah Republik islam Iran yang syiah di sempurnakan sedemikian indahnya di dalam masjid tersipman manuskirip Al Qur’an kuno yang konon berasal dari masa Khalifah Utsman, hingga hari ini peninggalan itu masih dipelihara dengan baik. Di kota Shiraz situs-situs peninggalan sunni dipelihara dengan baik, seperti peninggalan dan makam hafezh sirazi dan sa’di (sang penyair besar sunni) , peninggalan dan makam sibawaih ( beliau adalah ulama besar ahlu sunnah konseptor besar dalam ilmu Nahwu), di kota Neyshabur situs Omar Khayyam dan situs Attar dua orang besar ahlu sunnah dibangun dengan sangat apik. Masyarakat ahlu sunnah di kota sanandaj dan Shiraz menjalankan kehidupan keagaamaan sesuai madzhabnya dengan leluasa. Terlalu banyak untuk disebutkan lebih lanjut silahkan merujuk ke buku yang saya sebutkan dalam catatan kaki tersebut.
Negeri syiah yang melestarikan peninggalan pemikiran sunni
Hal yang sulit ditemui di negara-negara sunni termasuk di Indonesia adalah pemanfaatan peninggalan ulama-ulamanya sendiri (yang sunni) dalam kehidupan berbudaya, di negeri kita ini yang memperihatinkan identitas kebangsaan justru sedikit demisedikit tergerus dan termarginalisasikan oleh budaya-budaya barat. Karya-karya ulam-ulama besar ahlu sunnah jarang diketahui kalaupun ada itu hanya mangkrak di rak-rak buku sebagai hiasan bahwa si pemilik rumah adalah orang hebat karena memiliki koleksi buku-buku karya pemikir besar. Masyarakat syi’ah iran berbeda, rak perpustakaan mereka selain dipenuhi buku-buku dari kalangan mereka sendiri juga disediakan buku-buku dari kalangan ahlu sunnah bahkan kitab-kitab picisan satiris yang menyerang syiah pun dikoleksi.
Di Iran yang negara-negaranya adalah penganut mazhab ahlul ba’it ( baca syiah) anak-anak sekolah dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi memiliki tradisi yang menyemarakan karya-karya yang justru ditulis oleh ulama ahlu sunnah, seperti Jalaluddin Rumi, Sa’di, Hafez, Omar Khayyam, Ferdawsi, atthar nesyaburi dan tentu saja karya-karya ulama syi’ah, di kampus-kampus secara rutin mereka menggelar acara yang disebut dengan Ashr-e Ba Shi’r untuk membacakan karya-karaya mereka, luar biasa penghornatan mereka. Adakah dikalangan ahlu sunnah ada ? dimanakah acara-acara yang menghormati karya-karya ulama mereka sendiri ?
Pada bulan Agustus 2006, pemerintah Republik Islam Iran secara aktif menyokong UNESCO untuk menjadikan Jalaludin Rumi sebagai icon kebudayaan dunia, dan akhirnya PBB melalui UNESCO pada tahun 2007 ditetaplam sebagai Tahun Jaluluddin Rummi, pertanyaanya, apa yang dilakukan oleh mereka yang dilakukan mereka yang mengaku sebagai pengikut ahlu sunnah yang salah satu tokoh besarnya bernama Jalaludin Rummi itu ? selain caci maki dan supah serapah pada negar sunni, betapa kerdilnya pemikiran mereka, bahkan mereka sendiri hanya puas dengan jubah inisiasi sunni tapi miskin dari internalisasi peninggalan ulamanya sendiri, bandingkan dengan syi’ah sekalipun bukan ulama yang berasal dari kalangya, para ulama-ulama syi’ah menunjukkan penghormatanya. Bukan hanya itu, di tahun yang sama pemikiran Muhammad Iqbal di usulkan pula sebagai khasanah internasional. [7]. Perhatikan apa yang dilakukan oleh Ayatullah Murthadha Muthahari, sebuah buku kecil berjudul Dastan-i Rastan yang ditulis oleh beliau yang sejatinya ditulis sebagai persembahan untuk ayah dan gurunya, yang berisi kisah-kisah penuh makna, akhirnya dipilih oleh UNESCO sebagai buku terbaik. Dan yang paling akhir usaha serius ulama-ulama syi’ah memperkenalkan prinsip-prinsip politik Imam Ali bin Abi Thalib, telah menyorong PBB untuk mengeluarkan himbaun kepada negara-negara Arab pada khususnya dunia dan dunia pada umumnya untuk meneladani sistem politik yang dilakukan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib [8]
Adalah patut dipertanyakan pada para penebar berita dusta (seperti Zacky Falhum dan Em syaikhul Islam), kamipun bertanya sajikan data kepada kami apa yang telah dilakukan pemimpin-pemimpin anda untuk menghormati peninggalan ulama kalian sendri di pentas dunia internasional, sekali lagi ulama kalian sendiri saja, apa ? sebutkan dan carilah refensisinya (niscaya hanya akan anda temukan pengkhianatan terhadap ulama anda sendiri, ratusan fatwa pembawa bid’ah, penyesatan dan lain-lain padahal itu ulama kalian sendiri) dan setelah itu mari kita berdiskusi disini…
Wallahua’lam bhi showab
Referensi:
[1] Lebih lanjut silahkan lihat di Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah dan As-Suyuthi dalam kitab Tarikh al-Khulafa
[2] Lihat di Thabaqat al Hanabilah jiid 1.
[3] Silahkan merujuk ke pernyataan John Bolton (mantan dubes AS di PBB) yang dikutip oleh Global Reserch dann artikel berjudul Bloog Borders tulisan Ralph Peters, di jurnal US Armed forces, dalam artikel tersebut disebutkan plan Barat menciptakan destabilitas di timur tengah.
[4] untuk mengetahui detailnya silahkan merujuk ke buku Pelangi di Persia Menyusuri Eksotisme Iran, kami hanya akan mengambil sebagian saja.
[5] Ibid hal 145-149 lihat semangat toleransi orang-orang syi’ah iran.
[6] ibid 150-151
[7] Lebih jauh silahkan membaca tulisan Ammar Fauzi Heryadi, Republik Islam Iran : Menyongsong Tahun Jalaludin Rumi terbitan HPI edisi Agustus 2006.
[8] Silahkan lihat dibloglenteralangit.wordpress.com
(Syiahnews/wahyuboez/Syiahali/ezsoftech/ABNS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar