Sabtu, 25 Juli 2015

INSPIRASI GERBANG KOTA ILMU

Kemampuan Intelektual Matematis Imam Ali As

MEMBAGI WARISAN


Imam Ali bin Abi Thalib (as) diberkahi kemampuan matematis yang sangat cepat, akurat, dan lugas. Berikut ini ada beberapa kisah dimana Imam Ali (as) menggunakan kemampuan matematisnya yang ia tunjukkan kepada orang-orang.

Berapa bagian sang isteri?

Imam Ali (as) pada suatu ketika pembicaraannya dipotong oleh seseorang. Ketika itu Imam Ali sedang memberikan khutbah di atas mimbar dimana seseorang bertanya tentang bagaimana membagikan warisan seseorang yang meninggal meninggalkan seorang isteri, kedua orang tuanya, dan dua orang anak perempuan. Imam Ali tanpa berpikir sejenakpun langsung saja menjawab tanpa menghitung dan tanpa berpikir terlebih dahulu:

Bagian si isteri itu sepersembilan

Bagaimana itu bisa terjadi?

Jawaban ini ternyata merupakan sebuah perhitungan yang sangat panjang dengan serangkaian langkah yang rumit. Biasanya kita harus menentukan dulu pembagi dari setiap angka itu dengan pembagi aslinya terlebih dahulu seperti yang ditentukan oleh Allah dalam Al-Qur’an seperti:

1. “……… Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperolehseperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu……” (QS. An-Nisa: 12).

2. “………. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, …….” (QS. An-Nisa: 11).

3. ‘………… dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan………” (QS. An-Nisa: 11).

Jadi penghitungan sebagai berikut:

1/8 + 1/6 + 1/6 + 2/3 = 3/24 + 4/24 + 4/24 + 16/24 = 27/24.

Ini artinya bahwa bagian itu menjadi kurang dari 1/8 dilihat dari bertambahnya jumlah total bagian yang telah ditentukan. Jadi satu perdelapan—yaitu bagian yang asli bagi wanita dari 24 bagian (total), menjadi tiga bagian dari 27 yaitu satu persembilan! Sungguh perhitungan yang rumit! Akan tetapi Imam Ali (as) menghitungnya dengan sangat cepat dan tanpa berpikir sama sekali!

ANGKA BULAT SEMUA DAN BUKAN PECAHAN


Pada suatu hari seorang Yahudi datang menemui Imam Ali (as). Orang Yahudi itu berpikir karena Imam Ali (as) itu sangat cerdas dan tak ada yang menandinginya waktu itu, maka ia akan memberikan pertanyaan yang sangat berat kepada Imam Ali (as). Pertanyaan yang tidak akan pernah bisa dijawab olehnya. Dan itu artinya ia bisa mempermalukan Imam Ali di hadapan seluruh bangsa Arab.

Orang Yahudi itu bertanya, “Imam Ali bin Abi Thalib, berilah aku satu angka yang apabila angka itu dibagi oleh angka lainnya dari 1 hingga 10, maka jawabannya selalu angka yang genap dan bukan pecahan.”

Imam Ali bin Abi Thalib (as) melihat kepada orang Yahudi itu dan berkata, “Ambillah jumlah hari dalam satu tahun dan kalikan angka itu dengan jumlah hari dalam satu minggu dan engkau akan mendapapatkan angka itu.”

Orang Yahudi itu dibuat keheranan akan tetapi karena ia itu telah menjadi seorang yang musyrik (penyembah berhala), maka ia tidak beriman kepada Imam Ali (as). Ia mencoba untuk menghitung angka yang dimaksud oleh Imam Ali dan kemudian ia sekali lagi dibuat terheran-heran. Kalau tadi ia terheran-heran karena Imam Ali menjawab dengan cepat sekali tanpa perhitungan sama sekali; sekarang ia dibuat heran karena hasil dari perhitungan itu tepat sekali. Lihatlah penghitungannya di bawah ini:

Jumlah hari dalam satu tahun = 360 (perhitungan Arab yang menggunakan kalender bulan).

Jumlah hari dalam satu minggu = 7.

Jumlah hari dalam satu tahun dikali dengan jumlah hari dalam satu minggu = 2520.

Sekarang lihatlah angka itu dibagi dengan angka-angka dari 1 hingga 10 yang hasilnya harus genap:

2520 ÷ 1 = 2520

2520 ÷ 2 = 1260

2520 ÷ 3 = 840

2520 ÷ 4 = 630

2520 ÷ 5 = 504

2520 ÷ 6 = 420

2520 ÷ 7 = 360

2520 ÷ 8 = 315

2520 ÷ 9 = 280

2520 ÷ 10= 252

MEMBAGI 17 EKOR UNTA


Seseorang sudah hampir meninggal dan sekarang dalam keadaan sekarat. Sebelum meninggal ia menulis sebuah surat wasiat sebagai berikut:

“Aku memiliki 17 ekor unta dan aku memiliki 3 anak laki-laki. Bagikanlah unta-unta itu sehingga anak tertua mendapatkan setengah bagian; yang kedua mendapatkan sepertiga bagian; dan anak yang ketiga mendapatkan sepersembilan bagian dari unta-unta itu”

Setelah ia meninggal ributlah seluruh keluarga yang ditinggalkan demi membaca surat wasiat yang aneh ini. Mereka kebingungan dan berkata satu sama lainnya menunjukkan rasa kebingungannya. Mereka tidak tahu bagaimana cara membagi ke 17 ekor unta itu kepada anak-anak yang ditinggalkan mati ayahnya itu.

Setelah mereka berpikir keras akhirnya mereka menyimpulkan bahwa hanya ada satu orang di jazirah Arab ini yang bisa menolong mereka yaitu ALI BIN ABI THALIB (as).

Jadi………….berangkatlah mereka menuju rumah Imam Ali (as). Sesampainya di rumah Imam Ali mereka langsung mengajukan surat wasiat itu dan menanyakan jawaban penyelesaian dari masalah yang ada di surat wasiat itu.

Imam Ali tanpa berpikir panjang langsung menjawab, “Baiklah, aku akan membagi semua unta itu sesuai dengan surat wasiat yang dimaksud.”

“Pertama-tama  aku akan meminjamkan seekor untuk menggenapkan jumlah unta itu menjadi 18 ekor (17 + 1= 18), lalu sekarang mari kita bagi ke 18 unta itu sesuai dengan surat wasiat.”.

“Anak yang tertua mendapatkan 1/2 bagian (dari 18 ekor) jadi ia mendapatkan 9 ekor unta”.

“Anak yang kedua mendapatkan 1/3 bagian (dari 18 ekor) jadi ia mendapatkan 6 ekor unta”.

“Anak yang ketiga mendapatkan 1/9 bagian (dari 18 ekor) jadi ia mendapatkan 2 ekor unta’.

“Semuanya jumlah total yang dibagikan ialah 9 ditambah 6 ditambah 2 jadi 17 ekor unta”.

“Sisa satu ekor unta” “Aku akan mengambil kembali untaku yang aku pinjamkan tadi.”

LIMA POTONG ROTI


Zarr Bin Hobeish menceritakan kisah ini: “Dua orang pengelana duduk bersama untuk menyantap makan siang mereka. Mereka sudah jauh berjalan dan sekarang mereka akan beristirahat sejenak. Salah seorang dari mereka memiliki 5 potong roti. Sementara yang lainnya memiliki 3 potong roti. Seorang pengelana lain datang ke tempat mereka dan si pengelana itu ditawari untuk duduk bersama untuk melepaskan lelah sambil makan siang bersama.

Para pengelana itu memotong-motong roti itu semuanya, masing-masing kedalam tiga bagian yang sama. Setiap pengelana itu memakan 8 potongan kecil roti.

Ketika si pengelana ketiga yang ditawari makan itu akan beranjak pergi ia memberikan uang sejumlah 8 dirham dan memberikannya kepada orang pertama yang telah menawari dia makan roti. Kemudian ia pergi. Ketika menerima uang itu kedua pengelana itu mulai bertengkar satu sama lainnya karena mereka berselisih paham tentang siapakah yang berhak mendapatkan uang lebih banyak dan berapa banyak yang akan ia terima.

Yang memiliki roti 5 potong menghendaki 5 dirham. Sedangkah yang memiliki 3 potong roti ingin uang itu dibagikan sama rata untuk keduanya.

Pertengkaran itu sampai kepada Imam Ali. Mereka dibawa menghadap Imam Ali karena mereka bertikai di jalanan. Pada waktu itu Imam Ali sudah menjabat menjadi khalifah dan ia selalu memberikan keputusan yang sangat adil dibandingkan dengan para khalifah yang sudah berlalu sebelumnya.

Imam Ali (as) meminta orang yang memiliki 3 potong roti untuk menerima uang sebanyak 3 dirham, karena orang yang memiliki 5 potong roti sudah sangat adil padanya. Yang memiliki 3 potong roti menolak keputusan itu dan ia berkata bahwa ia ingin mendapatkan 4 dirham. Demi mendengar ini, Imam Ali (as) menjawab, “Engkau sebenarnya hanya layak mendapatkan satu dirham saja.” Coba hitung, kalian memiliki 8 potong roti besar semuanya. Setiap potongan besar roti itu dipotong menjadi 3 bagian kecil  sehingga kalian mendapatkan 24 potongan kecil roti. Roti engkau itu ada 3 potong dan kemudian masing-masing dipotong 3 bagian menjadi 9 potongan kecil. Engkau memakan 8 potongan kecil dan menyisakan satu potongan kecil saja untuk si pengelana yang tadi memberikan uang kepadamu. Sedangkan kawanmu ini memiliki 5 potong besar roti dan masing-masing dipotong kedalam 3 bagian kecil. Jadi ia memiliki 15 potong roti kecil. Ia makan 8 potong kecil dan sisanya yang 7 potong diberikan kepada si pengelana yang memberi kalian uang tadi. Jadi si pengelana ketiga itu mendapatkan satu potong kecil dari engkau dan 7 potong kecil dari temanmu ini. Kalau si pengelana itu memberikan kalian uang 8 dirham untuk 8 potong kecil roti itu, maka engkau memang berhak untuk satu dirham saja, sementara temanmu itu berhak mendapatkan 7 dirham.”

MEMBAGI UNTA MENJADI TIGA



Tiga orang laki-laki sedang membagi seekor unta kedalam tiga bagian yang sama besarnya. Salah seorang dari mereka mengikat dua kaki depan unta itu; kemudian ia meninggalkannya untuk bekerja di ladang. 2 orang yang lain melihat unta itu diikat kaki depannya, maka mereka memutuskan untuk melepaskan ikatannya hingga cuma satu kaki saja yang terikat. Setelah itu keduanya berangkat. Ketika 3 orang itu pergi, unta itu berjalan menjauh dari tempat dimana ia diikat. Ia bisa berjalan menjauh karena hanya satu kaki depannya saja yang terikat. Ia berjalan menjauh hingga tiba-tiba ia terperosok kedalma sebuah sumur. Ketika 2 orang tadi datang, mereka merasa bersalah telah melepaskan kaki unta itu. Mereka akhirnya menyembelih untan itu dan dagingnya dibawa ke pasar untuk dijual.

Ketika orang yang satu kembali dari kerjanya, ia hanya mendapati kulit unta yang sedang dijemur. Usut punya usut ternyata 2 orang temannya telah menyembelih unta itu dan sedang menjual dagingnya. Ia tentu saja keberatan karena unta yang hidup akan memiliki harga yang jauh lebih mahal daripada daging unta. Kerugian yang diderita sudah pasti datang padanya.

Ia kemudian mengadukan kasus itu kepada Imam Ali (as) yang akhirnya memutuskan untuk memberinya 1/3 dari harga unta itu ketika unta itu masih hidup. Ketika uang sudah didapatkan dari hasil penjualan daging itu, ternyata harganya sama persis dengan harga 1/3 unta itu kalau unta itu masih hidup.

Uang itu akhirnya semuanya diberikan kepada orang yang pertama dan dua orang lagi pergi dengan tangan hampa.

Ketika mereka akan pergi, Imam Ali berkata kepada keduanya bahwa mereka berdua telah lalai dalam menjaga unta itu hingga akhirnya unta itu masuk sumur dan terluka parah sekali hingga harus segera disembelih. Sementara temannya sudah berusaha semaksimal mungkin agar unta itu tetap pada tempatnya dengan mengikat kedua kaki depannya. Jadi kerugian yang diderita harus ditanggung oleh 2 orang dari mereka. Kerugian itu bukan kerugian orang yang pertama.

Terjemahan dari:

Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) Mathematical Brilliance: Dividing InheritanceImam Ali ibn Abi Taleb (as) was endowed with a quick, sharp, incisive, mathematical mind. Here are a few interesting stories in which Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) mathematical brilliance revealed itself.

What is a wife's share?
Imam Ali ibn Abi Taleb (as) was once interrupted while he was delivering a sermon from the pulpit by someone who asked him how to distribute the inheritance of someone who had died leaving a wife, his parents and two daughters. Imam Ali ibn Abi Taleb (as) instantly answered:
"The wife's share becomes one ninth."

How?
This answer is in fact the result of a long analysis with a number of steps. Ordinarily, we have to decide on the original share of each of these heirs, in the following way:
The wife takes one eighth, in view of the presence of an inheriting child. [Noble Qur'an, 4:12]
The deceased's father and mother take one sixth each. [Noble Qur'an, 4:11]
The two daughters take two thirds of the inheritance. [Noble Qur'an, 4:11]

So the total will be:
1/8 + 1/6 + 1/6 + 2/3 = 3/24 + 4/24 + 4/24 + 16/24 = 27/24

This means the share becomes less than 1/8 in view of the increase of the total of the shares which are so fixed and prescribed. So the one eighth, the original share due to the wife out of twenty-four total shares, has become three shares out of a total of twenty-seven, which is one ninth.
Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) mind went through this complex mathematical process in a second!

Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) Mathematical Brilliance: Whole Number and Not A FractionOne Day a Jewish person came to Imam Ali ibn Abi Taleb (as), thinking that since Imam Ali ibn Abi Taleb thinks he is too smart, I will ask him such a tough question that he won't be able to answer it and I will have the chance to embarrass him in front of all the Arabs.

Jewish person asked "Imam Ali ibn Abi Taleb, tell me a number, that if we divide it by any number from 1-10 the answer will always come in the form of a whole number and not as a fraction."

Imam Ali ibn Abi Taleb (as) looked back at him and said, "Take the number of days in a year and multiply it with the number of days in a week and you will have your answer."

The Jewish person got astonished but as he was a polytheist (Mushrik), he still didn't believe Imam Ali ibn Abi Taleb (as). He calculated the answer Imam Ali ibn Abi Taleb (as) gave him.

To his amazement he came across the following results:
The number of Days in a Year = 360 (in Arab)
The Number of Days in a Week = 7
The product of the two numbers = 2520
Now...
2520 ÷ 1 = 2520
2520 ÷ 2 = 1260
2520 ÷ 3 = 840
2520 ÷ 4 = 630
2520 ÷ 5 = 504
2520 ÷ 6 = 420
2520 ÷ 7 = 360
2520 ÷ 8 = 315
2520 ÷ 9 = 280
2520 ÷ 10= 252

Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) Mathematical Brilliance: Dividing 17 CamelsA person was about to die, and before dying he wrote his Will which went as follows:
"I have 17 Camels, and I have three sons. Divide my Camels in such a way that my eldest son gets half of them, the second one gets 1/3rd of the total and my youngest son gets 1/9th of the total number of Camels."

After his death when the relatives read his will they got extremely perplexed and said to each other that how can we divide 17 camels like this.

So after a long hard thought they decided that there was only one man in Arabia who could help them: "Imam Ali ibn Abi Taleb (as)."

So they all came to the door of Imam Ali ibn Abi Taleb (as) and put forward their problem.
Imam Ali ibn Abi Taleb (as) said, "Ok, I will divide the camels as per the man's will."
Imam Ali ibn Abi Taleb (as) said, "I will lend one of my camels to the total which makes it 18 (17+1=18), now lets divide as per his will."

The eldest son gets 1/2 of 18 = 9
The second one gets 1/3 of 18 = 6
The youngest gets 1/9 of 18 = 2
Now the total number of camels = 17 (9+6+2=17)

Then Imam Ali ibn Abi Taleb (as) said, "Now I will take my Camel back."

Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) Mathematical Brilliance: Five Loaves of BreadZarr Bin Hobeish relates this story: Two travelers sat together on the way to their destination to have a meal. One had five loaves of bread. The other had three. A third traveler was passing by and at the request of the two joined in the meal.

The travelers cut each of the loaf of bread in three equal parts. Each of the travelers ate eight broken pieces of the loaf.

At the time of leaving the third traveler took out eight dirhams and gave to the first two men who had offered him the meal, and went away. On receiving the money the two travelers started quarrelling as to who should have how much of the money.

The five loaf man demanded five dirhams. The three loaf man insisted on dividing the money in two equal parts.

The dispute was brought to Imam Ali ibn Abi Taleb (as) (the Caliph of the time in Arabia) to be decided.
Imam Ali ibn Abi Taleb (as) requested the three loaf man to accept three dirhams, because five-loaf-man has been more than fair to you. The three loaf man refused and said that he would take only four dirhams. At this Imam Ali ibn Abi Taleb (as) replied, "You can have only one dirham." You had eight loaves between yourselves. Each loaf was broken in three parts. Therefore, you had 24 equal parts. Your three loaves made nine parts out of which you have eaten eight portions, leaving just one to the third traveler. Your friend had five loaves which divided into three made fifteen pieces. He ate eight pieces and gave seven pieces to the guest. As such the guest shared one part from your loaves and seven from those of your friend. So you should get one dirham and your friend should receive seven dirhams.

Imam Ali ibn Abi Taleb's (as) Brilliant Judgement: A Camel Shared by ThreeThree men shared a Camel equally. One of them tied his forelegs and went away for some work. In the meantime, the other two returned to their place of stay and untied one of the foreleg and they also went away together. The Camel in their absence, walked with one untied leg off the place where the first man had tied him and fell in a well and wounded himself by the fall. The two men returned again, saw the Camel fallen in the well, got him out somehow or other, and butchered him and sold the meat for collecting some money in view of a little compensation for the loss.

When the first partner returned, he saw the skin of the Camel. On enquiry, the two other partners told him what had happened. He took an objection to it, and rather complained against their untying the Camel which resulted in the heavy loss to him.

He then took the case to Imam Ali ibn Abi Taleb (as), who ordered for payment of 1/3 of the actual price of the Camel to him. When the cash which was collected by selling the meat of the camel was counted it was one third of the cost price of the Camel.

This amount was paid in full to the first partner of the Camel and the other two went away empty handed.
While they were about to leave, Imam Ali ibn Abi Taleb (as) told them that as they had not taken proper care for the safety of the Camel and the safeguard of their shares, whereas their first partner had by tying his two legs, hence it is their loss.

(syiahali/ezsoftech/ABNS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar