Islam dan Lingkungan Hidup
Oleh: Mohammad Adlany
Agama Islam adalah agama yang komprehensif dan lengkap. Jelas dengan karakteristik ini Islam memperhatikan seluruh kebutuhan hidup manusia dan memiliki aturan-aturan untuk seluruh persoalan yang berkaitan dengan kebutuhan hidup manusia baik secara individu maupun sosial.
Diantara persoalan yang mendapatkan perhatian Islam hingga kini adalah metode kehidupan sosial dan lingkungan hidup. Dikarenakan air dan udara merupakan faktor yang sangat signifikan dan pemanfaatan air serta udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu kebutuhan primer manusia, maka berdasarkan ajaran-ajaran Islam mencemari kedua unsur ini merupakan tindakan yang haram dan termasuk salah satu dari dosa-dosa besar. Selain itu hal ini dianggap juga sebagai sebuah tanda ketidak-syukuran terhadap nikmat Tuhan dan salah satu dari dosa yang tidak terampuni.
Saat ini, urgensi penjagaan kesehatan lingkungan merupakan salah satu wacana yang sangat serius dan asasi. Pada hakikatnya, isu-isu seputar ini dan segala yang dianggap penting dalam masyarakat industri modern saat ini merupakan isu-isu yang jauh-jauh sebelumnya telah disinggung dan diperingatkan dalam Islam dan oleh para pemimpin, yaitu 1400 tahun yang lalu. Islam telah mewajibkan para pengikutnya untuk memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan hal tersebut dan melaksanakan hukum-hukum individu maupun sosial. Dan Islam juga menunjukkan metode dan solusi untuk menjaga serta memelihara lingkungan hidup dan kesehatannya.
Aturan-aturan seperti:
Mengkonsumsi segala sesuatu (minum, menghisap) yang akan membahayakan tubuh manusia, hukumnya haram, kecuali apabila diperlukan secara darurat;
Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada malam hari, melainkan pindahkan ke luar rumah pada siang hari;
Hindarilah mengotori dan mencemari tepian air yang jernih, di bawah pohon yang tengah berbuah atau di jalanan;
Jika di tangan salah satu dari kalian terdapat sebuah tunas, sementara hari kiamat telah datang, maka tanamlah tunas tersebut jika mampu.
Dan ratusan aturan-aturan dan saran-saran etika lainnya telah menyebabkan seorang warga muslim menganggap memelihara dan menjaga lingkungan hidup dan kesehatan sebagai salah satu dari kewajiban prinsip.
Sebelum melanjutkan pembahasan topik utama, ada baiknya kita perhatikan hal-hal berikut:
1. Agama Islam memiliki aturan dan perintah-perintah untuk seluruh aspek dan dimensi kehidupan manusia, dari masalah politik dan pemerintahan yang paling rumit hingga masalah–masalah individu yang paling mendasar seperti hukum-hukum yang berkaitan dengan toilet dan kamar mandi. Ini berarti kita mengenal Islam sebagai agama yang komprehensif, universal dan lengkap, oleh karena itu kita meyakini bahwa kehidupan sosial dan lingkungan hidup[1] juga merupakan salah satu dari persoalan yang mendapatkan perhatian agama Islam, dari dulu hingga kini.
Tentunya universalitas Islam ini berarti bahwa filsafat, maktab dan sistem Islam bisa diperoleh dan direncanakan secara tepat dengan menyimpulkan unsur-unsur universalitas yang terdapat dalam Islam.[2]
2. Berdasarkan perspektif Islam, manusia diciptakan bukan atas dasar kesia-siaan atau tanpa makna,[3] bahkan hukum-hukum sosial Islam pun dirancang berdasarkan pada tujuan dan filosofi penciptaannya, tentunya hukum-hukum dan aturan-aturan ini kadangkala muncul dalam bentuk dorongan, ajakan ataupun nasehat-nasehat yang hanya memiliki dimensi etika dimana terdapat hukuman-hukuman ukhrawi atasnya, akan tetapi kadangkala ketika berhadapan dengan ketiadaan perhatian terhadap aturan dan hukum-hukum ini, maka yang akan berbicara adalah hukuman-hukuman duniawi.
3. Terdapat prinsip-prinsip universal dalam Islam yang bisa menjadi sebuah kewajiban bagi seorang warga Muslim, seperti:
Dalam Islam, memberantas dan memusnahkan segala sesuatu yang menjadi kebergantungan generasi manusia, akan dianggap sebagai sebuah tindakan yang haram, seperti menganiaya sesama, tidak mengkufuri nikmatnya,[4] dan sebagainya.
Dalam perspektif Islam, kegiatan yang memberikan kenyamanan masyarakat dan dalam rangka menjaga keselamatan mereka, dianggap sebagai sebuah pengabdian dalam keridhaan-Nya, serta ibadah dan penghambaan kepada-Nya, karena sesungguhnya tidak ada tujuan lain dalam penciptaan manusia selain ibadah.[5]
Karena perlindungan terhadap lingkungan hidup, memperhatikan kesehatan lingkungan hidup dan menghindarkannya dari pencemaran merupakan sebuah usaha dalam rangka menyelamatkan manusia dari kehancuran dan memberikan kenyamanan pada mereka, maka tindakan seperti ini memiliki keistimewaan (sehingga diletakkan dalam kedudukan wajib atau mustahab).
Akan tetapi Islam tidak hanya mencukupkan sampai di sini, selain menjelaskan tentang masalah-masalah yang universal, Islam juga memberikan penekanan pada topik-topik tertentu.
Di sini secara ringkas kami akan mengisyarahkan sebagian dari topik-topik tersebut:
A. Pencemaran udara
Kita semua telah mengetahui, apabila udara tidak melingkupi seluruh permukaan bumi, begitu satu bagian dari permukaan bumi kehilangan sinar matahati, maka bagian ini akan segera mengalami penurunan suhu udara hingga 160 derajat dibawah nol, dimana hawa dingin tak tertahankan ini akan segera memusnahkan seluruh eksistensi hidup, karena pada prinsipnya, udara berfungsi untuk menghalangi bumi dalam mempertahankan hawa panas yang diperolehnya dari matahari.[6] Selain itu manusia membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya, dan kebutuhan yang diperlukannya melalui pernafasan ini akan terpenuhi dengan adanya hawa yang bersih dan sehat, oleh karena itu memanfaatkan udara yang bersih dan sehat merupakan salah satu dari kebutuhan primer manusia.
Namun dari sisi yang lain, perkembangan teknologi dan modernitas kehidupan masyarakat, demikian juga urgensi penciptaan fasilitas-fasilitas baru perkotaan untuk menjawab kebutuhan masyarakat kota yang semakin hari semakin berkembang, telah membuat tingkat pencemaran udara semakin tinggi dan secara bertahap kita menyaksikan juga semakin berkurangnya ruang hijau perkotaan serta terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
Dikarenakan kelangsungan generasi dan masyarakat manusia bergantung pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, maka dengan mengharamkan hal-hal yang buruk dan tercela serta menghalalkan kesucian dan kebersihan[7], Islam telah mempersiapkan jalan untuk mencapai tujuan dan sasaran ini.
Seseorang telah bertanya kepada Imam Shadiq As tentang pernafasan dengan udara yang tercemar dan kebergantungan hidup manusia dengannya. Dalam menjawab pertanyaan ini beliau mengutarakan sebuah hukum universal yang merupakan solusi bagi sedemikian banyak problematika dan kesulitan yang ada. Imam bersabda, “Segala sesuatu yang jika dikonsumsi (minum atau menghisap)akan membahayakan tubuh manusia, maka mengkonsumsinya adalah haram, kecuali apabila dalam keadaan darurat.”[8]
B. Limbah
Persoalan urgensi menjaga kebersihan lingkungan hidup merupakan salah satu topik yang sangat serius dan asasi bagi masyarakat saat ini. Jika menjaga lingkungan hidup tidak dianggap sebagai kewajiban umum, tidak dianggap secara serius oleh warga, siapapun bisa mencemari lungkungan hidup, atau limbah serta sampah-sampah tidak dikumpulkan dengan metode yang benar dan sehat, maka limbah dan sampah akan menjadi faktor pencemar lingkungan hidup dan pembawa bencana bagi keselamatan masyarakat.
Sampah dan limbah-limbah menyimpan berbagai mikroba dan menjadi tempat perkembangbiakan serangga serta berbagai sumber penyakit. Oleh karena itu Rasulullah saw dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jangan menyimpan sampah di dalam rumah pada malam hari, melainkan keluarkan sampah-sampah tersebut pada siang hari, karena sampah merupakan tempat berkumpulnya setan.”[9]
Demikian juga beliau bersabda, “Jangan mengumpulkan tanah di belakang pintu (halaman), karena akan menjadi sarang setan.”[10]
Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan setan di sini adalah tempat berkumpulnya serangga-serangga yang membahayakan, tempat perpindahan dan perkembangbiakan berbagai macam penyakit.
Dalam sirah dan metode kehidupan Rasulullah saw dan para Imam Makshum As banyak kita saksikan penekanan beliau terhadap kebersihan dan menyarankan hal ini kepada para pengikutnya.
Rasulullah saww bersabda, “Tuhan Maha Suci dan mencintai kesucian, Bersih dan mencintai kebersihan. “[11]
Kewajiban menghindari kotoran manusia dan kenajisannya ketika bersentuhan dengannya serta kewajiban bersuci dan mencuci segala sesuatu yang terkotori olehnya, merupakan salah satu layanan ilmiah yang diberikan oleh agama Islam kepada manusia yang menciptakan kebersihan lingkungan hidup dari pencemaran dan hal-hal yang najis.
Saat ini kotoran manusia dianggap sebagai pemicu utama dari mayoritas penyakit-penyakit mikroba dan cacing seperti kolera dan penyakit-penyakit yang dikenal dengan parasit usus pencernaan yang disebabkan oleh mikroba dan cacing.[12]
Dari sinilah sehingga dalam salah satu hadisnya, Imam Ali As bersabda, “Rasulullah saww melarang membuang kotoran besar di tepian air yang mengalir, di dekat mata air yang jernih dan di bawah pepohonan yang berbuah.“[13] Demikian juga dalam riwayat yang lain dikatakan, “Rasulullah saww melarang manusia membuang air kecil di bawah pepohonan yang berbuah, di halaman atau di atas air yang tergenang.[14]
Saat ini dengan adanya perkembangan inovasi, urbanisasi dan meningkatnya konsumerisasi pada masyarakat perkotaan, pada setiap harinya akan dihasilkan ribuan ton sampah dimana pengumpulan dan penimbunan serta pembuangannya yang dilakukan dengan benar dan sehat merupakan hal terpenting dari masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian lebih banyak.
Dalam perspektif agama Islam dan seluruh agama-agama Ilahi lainnya, jiwa manusia dianggap memiliki nilai tinggi dan menjaganya merupakan tidakan yang wajib. Dengan alasan inilah sehingga al-Quran menekankan kepada seluruh Muslim untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menyebabkan kehancuran diri mereka sendiri., berfirman, “… dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam jurang kebinasaan, …” [15]
Almarhum Allamah Thabathbai salah seorang mufassir besar mengatakan, “Ayat ini mutlak, kesimpulannya pelarangan yang terdapat di dalamnya mencakup seluruh tindakan-tindakan yang ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan (ifrath dan tafrith).”[16]
Oleh karena itu, agama Islam tidak memberikan kebolehan kepada siapapun untuk mencemari lingkungan hidupnya dan selainnya, baik dengan tindakan maupun perbuatannya, tidak boleh acuh tak acuh terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan unsur terpenting kesehatan, dan tidak berhak menghilangkan peluang masyarakat dalam memperoleh kehidupan yang sehat dengan ketidak pedulian terhadap lingkungan sosial.
Selain itu, berdasarkan kaidah teori “la dharar”, dimana Rasulullah saww bersabda, “Di dalam Islam, membahayakan dan merugikan diri sendiri maupun selainnya adalah dilarang. “[17] manusia bahkan dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas pribadinya tidak boleh sampai mengganggu apalagi membahayakan orang lain.
C. Ruang Hijau
Iklim perkotaan saat ini telah mengalami perubahan yang yang mencolok dibawah pengaruh kepadatan dan keterpusatan kegiatan-kegiatan kota dimana pengkajian wilayah-wilayah kota akan ditinjau secara tertentu dan terpisah dari iklim wilayah, seperti pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan melalui kurangnya ruang hijau perkotaan terhadap ekologi kota terutama dalam kaitannya dengan iklim udara, tanah, air bawah tanah dan …. sedemikian berpengaruh sehingga unsur-unsur pembentuk dan konstruktifnya benar-benar mengalami perubahan di lingkungan perkotaan.
Meskipun masalah ruang hijau perkotaan ini tidak dijabarkan dalam bentuk yang khas dan kekinian dalam teks-teks dan literatur-literatur utama agama kita, akan tetapi topik ini berada dibawah subyek yang lebih universal, seperti penanaman pohon, mendorong masyarakat untuk melakukan penghijauan dan melarang penebangan pepohonan, dimana hal ini menghikayatkan kepedulian dan perhatian agama Islam terhadap masalah ini.
Dalam kaitannya dengan masalah ini Rasulullah saww dalam salah satu hadisnya bersabda, “Jika kiamat telah tiba dan terdapat sebuah tunas di tangan salah satu kalian, maka tanamlah tunas tersebut jika mampu.”[18] Dalam melarang dan menegur mereka yang menebangi pepohonan dan menghancurkan sumber-sumber daya alam serta lingkungan hidup, Rasulullah saww bersaba, “Siapapun yang memotong pohon Sadr, maka ia akan terpuruk ke dalam api jahannam.”[19]
Oleh karena itu berdasarkan hukum perlindungan dan kepedulian terhadap sumber daya alam dan hutan cadangan negara, tidak ada seorangpun atau bahkan instansi atau lembaga-lembaga pemerintahan ataupun swasta manapun yang berhak merusak sumber daya nasional, dan Departemen Pertanian berkewajiban untuk menjaga sumber-sumber serta kekayaan negara ini.[20] Dalam fikih Islam pun terdapat aturan dan undang-undang yang mencegah masyarakat dari mempergunakan kepemilikan umum dan pemerintah, aturan-aturan ini bersumber pada aturan-aturan Ilahi dan al-Quran al-Karim, “Mereka menanyakan kepadamu tentang al-Anfâl[21] (harta rampasan perang dan setiap harta yang tak berpemilik). Katakanlah, “Al-Anfâl itu kepunyaan Allah dan rasul. Sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”[22]
Oleh karena tu bisa dikatakan bahwa merusak dan menghancurkan segala sesuatu yang termasuk dalam sumber daya nasional bisa dikatakan tidak sesuai syari.
Selain di dunia tempat kita hidup terdapat ribuan faktor-faktor penting lainnya yang saling bekerjasama supaya manusia bisa memperoleh manfaat. Ketiadaan salah satu dari mereka ini akan memperhadapkan manusia pada berbagai dilema kehidupan yang sangat serius. Tuhan Yang Maha Tinggi telah menciptakan kenikmatan-kenikmatan di dunia dalam bentuk makanan, minuman dan segala yang memberikan kesejahteraan dan kenyamanan hidup bagi manusia dan berdasarkan ajaran-ajaran al-Quran al-Karim manusia tidak dilarang untuk memanfaatkan dan merasakan kenikmatan-kenikmatan hidup tersebut, akan tetapi mereka dilarang dari menyia-nyiakan, merusak dan memanfaatkannya secara tidak tepat, berfirman, “Hai anak cucu Adam, …, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”[23]
Kesimpulan:
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, dengan memperhatikan kenaikan tingkat pencemaran udara dan … serta dampak-dampak yang ditimbulkannya dalam tubuh, maka wajib bagi seluruh warga –baik dari kalangan pejabat, aparat pelaksana, maupun masyarakat awam secara individu maupun sosial- untuk memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengannya, karena manusia tidak bisa terleoas dari masyarakat dan komunitas dimana dia hidup, dan kepedulian atau ketakpedulian terhadap aturan-aturan kesehatan akan berdampak pada keselamatan seluruh individu masyarakat. Seluruh masyarakat juga harus memperhatikan aturan-aturan dan undang–undang umum. Majemuk dari undang-undang inilah yang akan menjamin kesehatan sosial dan mengantisipasi kerusakan lingkungan hidup.
[Terjemahan makalah Ayatullah Hadawi Tehrani]
Referensi:
[1] . Yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah lingkungan yang ada di sekitar kita, yang menjadi titik perhatian terutama kondisi-kondisi yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
[2] . Untuk memperoleh informasi lebih lanjut, rujuklah: Maktab wa Nedham Iqtishadi-ye Islam, Hadaei Tehrani, Mahdi, hal. 19-51.
[3] . Qs. Al Mukminun: 115, “Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
[4] . Memanfaatkan nikmat-nikmat Ilahi yang diciptakan oleh Tuhan untuk para hamba-Nya untuk keselamatan manusia, kesejahteraan dan kenyamanannya, memiliki tempat tersendiri. Konsekuensitas minimal yang dimiliki oleh manusia berhadapan dengan nikmat-nikmat yang diperoleh dari-Nya adalah memanfaatkan nikmat-nikmat tersebut untuk kebutuhan penyempurnaan fisik dan spiritual dirinya dan selainnya. Jika manusia mencemari udara yang sehat, atau mengubah air jernih dan suci yang diturunkan-Nya dari langit, “… dan Kami turunkan dari langit air yang dapat menyucikan.” (Qs. Furqan: 48) yang mengalir ke permukaan tanah dan menjadi unsur penting dalam kehidupan manusia menjadi cairan yang berbahaya, maka tindakan ini merupakan pemanfaatan yang tidak benar terhadap nikmat-nikmat Ilahi, dan dikatakan pula sebagai tindakan yang mengkufuri nikmat.
[5] . Qs. Adh-Dhariyat: 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
[6] . Niyazmand, Yadullah, I’jaz Quran az Nadhar Ulum-e Imruzi, hal. 131.
[7] . Qs. Al-A’raf: 157, “… menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.”
[8] . Tahaful Uqul, hal. 337.
[9] . Muhammad Rey Syahri, Muhammad,Mizanul Hikmat, jil. 13, hal. 6340.
[10] . Ibid.
[11] . Ibid.
[12] . Neilfarusyan, Muhammad Ali, Dharabi, Jalil, Mir Fatahi, Muhammad Baqir, Behdasyt, hal. 20.
[13] . Majlisi, Muhammad Baqir, Biharul Anwar, jil. 17, hal. 170.
[14] . Hurr Amuli, Wasail Asy-Syiah, jil. 1, hal. 228; Majlisi, Muhammad Baqir,Biharul Anwar, jil. 77, hal. 169.
[15] . Qs. Al-Baqarah: 195.
[16] . Thabathabai Muhammad Husain, Al-Mizan, jil. 2, hal. 93-180.
[17] . “Ladharar wa la dhirar fil Islam”, Syeikh Shaduq, Man La Yahdhuruhul Faqih, jil. 4, hal. 334.
[18] . Nahjul Fashahah, hal. 113.
[19] . Kanzul Ummal, jil 3, hal. 894. Tentunya mengenai riwayat ini dan kandungannya, para peneliti mengatakan bahwa pohon sade mengarah pada pohon sadr yang ditanam di Karbala sebagai tanda makam Imam Husain As. Bagaimanapun juga pelarangan untuk menebang pepohonan secara universal bisa diperoleh dari riwayat-riwayat yang ada dalam teks-teks agama.
[20] . Manshur, Jahangir, Majmu’eh Qawanin dan Muqarrarat-e Huquqi, hal. 921-924.
[21] . Menurut pandangan fikiq Syiah yang termasuk dalam anfal antara lain adalah:
Tanah-tanah mati.Ladang-ladang yang tak bertuan.Puncak-puncak gunung, lereng dan hutan-hutan.Harta rampasan yang diperoleh oleh para mujahid tanpa seizin Imam.Harta warisan seseorang yang tidak memiliki ahli waris.Tambang-tambang.Lautan dan jalanan.Khumus dari harta kekayaan yang merupakan hak milik Imam dan anfal.
[22] . Qs. Al-Anfal: 1.
[23] . Qs. Al-A’raf: 31.
(teosophy/ABNS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar